LAMPUNGKU39NEWS-Di zaman digital ini, perbedaan budaya antara generasi orang tua dan anak muda semakin mencolok, khususnya dalam memanfaatkan teknologi dan tren media sosial. Fenomena ini sering kali menjadi sumber sensasi, baik melalui kesalahpahaman, kritik, maupun kehebohan di ranah maya. Salah satu aspek yang paling terlihat adalah cara pandang dan partisipasi kedua generasi terhadap tren video yang sedang populer.
Budaya orang tua biasanya dipengaruhi oleh norma dan nilai yang lebih tradisional, seperti kehati-hatian dalam bersikap, menghargai privasi, dan menjaga reputasi keluarga. Sementara itu, generasi muda lebih terbuka untuk mengeksplorasi ide-ide baru, mengekspresikan diri secara bebas, dan menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menunjukkan diri.
Saat tren video viral muncul—seperti tantangan dance, konten lucu, atau video storytelling—generasi muda sering kali cepat mengikuti tren tanpa banyak memikirkan konsekuensi jangka panjang. Bagi mereka, tren ini adalah cara untuk menampilkan kreativitas dan terhubung dengan komunitas global. Sebaliknya, banyak orang tua melihat tren ini sebagai hal yang tidak penting, kurang sopan, atau bahkan berisiko merusak nilai-nilai budaya yang mereka junjung tinggi.
Ketegangan menjadi lebih nyata ketika orang tua mencoba mengikuti tren video anak muda. Beberapa melakukannya untuk lebih dekat dengan generasi muda, tetapi sering kali ini menimbulkan reaksi yang beragam. Video mereka bisa dianggap menghibur, menggemaskan, atau justru memalukan bagi anak muda.
Di sisi lain, kritik dari orang tua terhadap tren yang dianggap berlebihan atau tidak sesuai norma sering kali memicu perdebatan di media sosial. Generasi muda merasa orang tua tidak memahami esensi dari tren tersebut, sementara orang tua merasa anak muda terlalu meremehkan nilai-nilai moral.
Untuk mengatasi perbedaan ini, komunikasi dan saling pengertian adalah kunci. Orang tua perlu memahami bahwa tren video adalah bentuk kreativitas dan kebebasan berekspresi bagi anak muda. Sebaliknya, anak muda juga perlu menghargai kekhawatiran orang tua, terutama mengenai dampak jangka panjang dari konten yang diunggah ke internet.
Misalnya, keluarga bisa membuat tren video bersama sebagai bentuk kolaborasi antargenerasi. Ini tidak hanya mempererat hubungan, tetapi juga mengajarkan bahwa kreativitas dan norma dapat berjalan beriringan.
Perbedaan budaya antara orang tua dan anak muda dalam merespons tren video memang sering kali memunculkan sensasi. Namun, dengan saling memahami dan berdiskusi, kedua generasi dapat menemukan cara untuk mendekatkan diri tanpa mengorbankan nilai-nilai masing-masing. Bagaimanapun, setiap generasi memiliki cara unik untuk mengekspresikan diri, dan perbedaan tersebut seharusnya menjadi kekayaan, bukan sumber konflik.***